Abis bikin campaign KR (Kedaulatan Rakyat) jadi mikir sendiri, inget dulu saat zamannya gempa, masih ada aja orang jogja yang ngerasa sabar n biasa aja melihat keadaannya yang semakin terpuruk, hebatnya mereka cuma berkata "Urip Ki mung Mampir Ngombe" (hidup itu cuma mampir minum) jangan terlalu ngoyo (berlebihan, struggle, ambisius) weee.hebat, bijak juga ya tapi beberapa waktu lalu saya berbicara dengan tukang becak, dan teman2 kantor saya, yang ada cuma keluh dan keluh....tampak berbeda dengan orang2 bijak yang sebelumnya gw temuin, Sebagai seorang jawa tentunya kita masih mengingat adat kebudayaan jawa yang penuh dengan kebijaksanaan dan ketauladanan, hal itu sudah ada dari jaman leluhur jawa, namun tradisi tersebut kian meluntur namun tidak diimbangi dengan usaha keras dan kemauan untuk berubah, maka satu hal yang sangat bijak untuk masyarakat Yogyakarta itu sendiri, mengembalikan falsafah2 yang sudah dianutnya sejak dulu adapun prinsip yang harus tetap dijaga dan dibangun adalah prinsip saling membantu misalnya dengan pedoman “Awih tansah ngenteni sugih” yang berarti memberi tanpa harus menunggu untuk kaya pengertian tersebut sarat akan kebijaksanaan dengan tempo dan gaya yogya dalam menyikapi kodisi nasibnya yang mungkin dipandang kurang beruntung, namun ia masih mampu memberikan sebagian hartanya, seperti yang banyak dilihat, setiap orang mungkit tidak menginginkan hartanya yang hanya sedikit itu diambil, dan mana mungkin iba apabila keadaan mereka saja sudah terlalu memprihatinkan.... terus ada lagi "urip iki urup" yang berarti hidup harus lebih hidup, dan "wani ngalah luhur wekasane" waah prinsip itu bikin gw jadi sedikit ngerasa ayeem banget di jogja, tapi kadang2 juga pengen berontak sih coz apa iya terus2 an bertahan dengan keadaan yang seperti ini...ummm okay kita jalani dulu..sembari berfikir dan bertindak..hehe